الأربعاء، 12 ديسمبر 2012

psikologi perkembangan anak usia dini

MEKANISME PENYESUAIAN DIRI AUD

1.      PENYESUAIAN DIRI YANG SESUAI DAN SALAH

Penyesuaian diri merupakan proses yang meliputi respon mental dan perilaku yang merupakan usaha individu untuk mengatasi dan menguasai kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, frustasi, dan konflik-konflik agar terdapat keselarasan antara tuntutan dari dalam dirinya dengan tuntutan atau harapan dari lingkungan di tempat ia tinggal.
Penyesuaian diri adalah proses bagaimana seorang individu dapat mendapat keseimbangan diri dalam memenuhi kebutuhan sesuai dengan lingkungannya. Penyesuaian diri lebih bersifat suatu proses sepanjang hayat manusia, terus- menerus berupaya menemukan dan mengatasi dan tantangan hidup guna mencapai pribadi sehat. Dalam proses penyesuaian diri dapat saja mumcul konflik, takanan, frustasi, yang menyebabkan individu terdorong untuk meneliti berbagai kemungkina perilaku untuk membebaskan dirinya dari kegagalan. Contoh : Serang anak yang membutuhkan rasa kasih sayang dari ibuknya yang terlalu sibuk dengan tugasnya. Anak akan prustasi dan berusa sendiri menemukan pemecahan untuk mereduksi ketegangan  atau kebutuhan yang belum terpenuhi.  Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa motivasi mengambil variasi bentuk, dimana setiap bentuk dpat diarahkan kepada rintangan atau faktor frustasi yang disebabkan oleh beberapa realita misalnya: pembatasan orang tua, hambatan fisik, aturan sosial, dan semacamnya. Seseorang dikatakan berhasil dikatakan berhasil dalam melakukan penyesuaian diri apabila ia dapat memenuhi kebutuhannnya dengan cara-cara yang wajar yang dapat diterima lingkungan tanpa merugikan atau mengganggu lingkungannya.

2.      EFEK PENYESUAIAN  DIRI YANG SALAH
a.            Penyesuaian diri secara positif
Mereka yang tergolong mampu melakukan penyesuaian diri secara positif ditandai dengan hal- hal berikut:
  • Tidak menunjukkan adanya ketengan emosional
  • Tidak menunjukkan adanya mekanisme psikologis
  • Tidak menunjukkan frustasi pribadi
  • Memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri.
  •  Mampu dalam belajar
  • Menghargai pengalaman
  • Bersikap realistik dan objektif
Dalam melakukan penyesuaian diri secara positif individu akan melakukannya dalam berbagai bentuk antara lain:
  1. Penyesuaian diri dalam menghadapi masalah secara langsung , misalnya : seorang remaja yang hamil sebelum menikah akan menghadapinya secara langsung dan berusahan mengemukakan segala alasan pada orangtuanya.
  2. Penyesuaian diri dengan melakukan eksplorasi atau penjelajahan , misalnya : seorang siswa yang merasa kurang mampu dalam mengerjakan tugas membuat makalah akan mencari bahan dalam upaya menyelesaikan tugas tersebut , dengan membaca buku , konsultasi , diskusi , dsb.
  3. Penyesuaian diri dengan trial dan error , misalnya seorang pengusaha mengadakan spekulasi untuk meningkatkan usahanya .
  4. Penyesuaian dengan substitusi atau mencari pengganti , misalnya : gagal berpacaran secara fisik , ia akan berfantasi tentang seorang gadis idamanya .
  5. Penyesuaian diri dengan belajar , misalnya : seorang guru akan berusaha belajar tentang berbagai ilmu pengetahuan untuk meningkatkan kemampuan profesionalismenya .
  6. Penyeseuaian diri dengan pengendalian diri , misalnya : seorang siswa akan berusaha memilih tindakan mana yang harus dilakukan pada ujian .
  7. Penyesuaian diri dengan perencanaan yang cermat , misalnya : seseorang yang memilih antara pekerjaan antara pendidikan akan berusaha memilih mana yang harus dipilih.
b.   Penyesuaian diri yang salah
Kegagalan dalam melakukan penyesuaian diri secara positif, dapat mengakibatkan individu melakukan penyesuaian diri yang salah. Penyesuaian diri yang salah ditandai dengan berbagai bentuk tingkah laku yang serba salah, tidak terarah, emosional , tidak ralistis, agresif dan lain- lain.
Ada tiga bentuk reaksi yang salah dalam penyesuaian diri yang salah yaitu sebai berikut:
1.      Reaksi bertahan
Individu berusaha mempertahankan diri, seolah- seolah tidak menghadapi kegagalan. Ia selalu berusaha menunjukkan bahwa dirinya tidak mengalami kegagalan. Bentuk khusus dari reaksi ini adalah:
  • Rasionalisasi, yaitu bertahan dengan mencari- cari alasan untuk membenarkan tindakanya
  • Represi, yaitu berusaha untuk menekan pengalamannya yang dirasakan kurang enak kea lam tidak sadar. Ia berusaha melupakan pengalamannya yang kurang menyenangkan. Misalnya seorang pemuda berusaha melupakan kegagalan cintanya dengan seorang gadis
  • Proyeksi, yaitu melemparkan sebab kegagalan dirinya kepada pihak lain untuk mencari alasan yang dapat diterima. Misalnya seorang siswa yang tidak lulus mengatakan bahwa gurunya membenci dirinya.
  • Sourgrapes”(anggur kecut),yaitu dengan memutar balikkan keadaan. Misalnya seorang siswa yang gagal mengetik mengatakan bahwa  mesin tiknya rusak, padahal dia sendiri tidak bisa mengetik.
2.      Reaksi menyerang
Orang yang mempunyai penyesuaian diri yang salah menunjukkan tingkah laku menyerang untuk menutupi kegagalanya. Ia tidak mau menyadari kegagalanya. Reaksi- reaksinya Nampak dalam tingkah laku: selalu membenarkan diri nya sendiri, mau berkuasa dalam setiap situasi, senang mengganggu orang lain, marah secara sadis, suka membalas dendam dan sebagainya.
3.      Reaksi melarikan diri
Dalam reaksi ini seseorang akan melakukan hal- hal seperti berikut: berfantasi yaitu memuaskan keigininan yang tidak tercapai dalam bentuk angan- angan,  banyak tidur, minum- minuman keras, bunuh diri, menjadi pecandu narkotika, dan regresi yaitu kembali kepada tingkah laku yang semodel dengan tingkat perkembangan yang lebih awal (misalnya orang dewasa yang bersikap dan berwatak seperti anak kecil, dan lain- lain).


3.      PENGEMBANGAN PEMAHAMAN  AUD TERHADAP SIMBOL-SIMBOL DALAM INTERAKSI SOSIAL

sampai umur 2 tahun
·         Anak penyayang dan penuh kasih
·         Mungkin malu dengan orang yang belum dikenalnya dan menempel pada anda ditempat asing .
·         Terkadang tantrum ,tetapi hanya dengan orang yang disayangi .saat tantrum selesai ,anak segera kembali menjadi dirinya yang ceria.
·         Bersikeras mengerjakan sesuatu untuk dirinya,tetapi tidak realistis mengenai kemampuannya dan kesal saat gagal.
·         Senang bermain dengan anak-anak lain .
·         Menirukelakuan orangtua
·         Mengetahui jenis kelaminnya
       Sampai berumur 4-5 tahun
·         Anak bisa bermain secara baik dengan anak-anak lain.main peran,tawa ,dan percakapan.
·         Memiliki sahabat dekat
·         Bermain dengan lawan jenis
·         Anak laki-laki bermain dengan kelompok yang lebih besar ,dari pada anak perempuan .

    Sampai umur 5-6 tahun
·         Anak suka membantu ,penyayang dan penuh perhatian .
·         Berkelahi karena hanya ingin  berkelahi ,tapi juga sangat protektif terhadap orang yang berkelahi dengan dia
·         Melakukan kecurangan,menipu , berbohong,menghindar,dan tidak memberi tahu yang ia lakukan
·         Menikmati cerita tanpa gambar ,menangis mendengar cerita sedih .

4.      PENGEMBANGAN INTERAKSI SOSIAL AUD DENGAN TEMAN SEBAYA


Teman sebaya (peer)sebagai sebuah kelompok sosial sering didefinisikan sebagai semua orang yang memiliki kesamaan tingkat usia,menurut hetherington & parke dalam psikologi perkembangan ,desmita (2005:145).akan tetapi belakangann definisi teman sebaya lebih ditekankan pada kesamaan tingkah laku .
Kemampuan anak-anak untuk bermain dan bersosialisasi dengan anak yang lain telah menjadi tujuan yang sangat lama dari kebanyakan orang tua dan guru. Interaksi sosial anak-anak dengan dengan anak yang lain diluar keluarga menyediakan kesempatan untuk berbaur dengan mereka yang berstatus sama, mengembangkan hubungan dengan perbandingan identitas sosial, menemukan perbedaan sosial dari keluarga tersebut, dan mengembangkan kemampuan karakter kompetisi sosial anak dan, kemudian, keremajaan dan anak dewasa.
Interaksi sosial anak-anak dengan teman sebaya merupakan peran yang sangat penting pada perkembangan dibuktikan oleh sebuah studi pada 163 perkembangan sosial anak-anak pada umur 4 tahun keatas dan pada anak yang sama pada umur 7 tahun. Anak perempuan yang diterima oleh teman sebaya mereka pada umur 4 tahun memiliki persepsi yang tinggi dari kompetensi mereka pada usia 7 tahun.  Untuk anak laki-laki, yang ditarik pada usia 4 berkorelasi dengan menjadi kurang diterima oleh rekan-rekan pada usia 7 serta memiliki persepsi yang lebih rendah pada kompetensi fisik mereka.
Bermain Agresif dan Rekan Sebaya. Sebuah issu pada sosialisasi anak-anak bahwa perhatian guru, orang tua dan para pembuat kebijakan. Beberapa peneliti mempelajari pertanyaan, “apakah anak-anak tanpa perhatian orang tua lebih agresif dengan teman sebaya dari pada anak-anak yang diperhatikan oleh orang tua mereka?”. Dalam sebuah studi dari 55 balita, anak-anak pada program peningkatan kualitas yang telah memiliki lebih sedikit mendapatkan perhatian sebelumnya menunjukkan tingkat agresif yang rendah. Namun, bagaimanapun juga perilaku dari keluargalah yang sangat penting. Anak yang berasal dari keluarga yang kurang perhatian mungkin untuk menampilkan perilaku agresif (Howes & Rubenstein, 1981)
Hartup (1992) mengidentifikasi empat fungsi hubungan teman sebaya, yang mencakup:

1)      Hubungan teman sebaya sebagai sumber emosi (emotional resources), baik untuk memperoleh rasa senang maupun untuk beradaptasi terhadap stress.

2)      Hubungan teman sebaya sebagai sumber kognitif (cognitive resources) untuk pemecahan masalah dan perolehan pengetahuan;


3)      Hubungan teman sebaya sebagai konteks di mana keterampilan sosial dasar (misalnya keterampilan komunikasi sosial, keterampilan kerjasama dan keterampilan masuk kelompok) diperoleh atau ditingkatkan; dan

4)      Hubungan teman sebaya sebagai landasan untuk terjalinnya bentuk-bentuk hubungan lainnya (misalnya hubungan dengan saudara kandung) yang lebih harmonis. Hubungan teman sebaya yang berfungsi secara harmonis di kalangan anak-anak prasekolah telah terbukti dapat memperhalus hubungan antara anak-anak itu dengan adiknya.


5.      PENGEMBANGAN INTERAKSI SOSIAL  AUD DENGAN SAUDARA KANDUNG
Interaksi antara saudara juga dapat membentuk kemampuan sosialisasi anak karena anak dibiasakan untuk dapat berinteraksi dengan orang lain yang sebaya.hubungan saudara pada anak meliputi menolong,berbagi,mengajari,berkelahi, dan bermain. Anak anak bisa bertindak sebagai dukungan emosional ,saingan dan mitra komunikasi (carlson,1995).pengamatan menunjukkan bahwa anak-anak berinteraksi secara lebih positif dan dengan cara yang lebih beragam dengan orangtua mereka dibanding dengan saudara mereka. (basket johnson ,1982).anak-anak juga lebih mengikuti perintah orangtua dari pada saudara .dalam beberapa contoh,saudara mungkin merupakan pengarug sosialisasi yang lebih kuat pada  anak dari pada orangtua (circirelli,1994).seseorang yang umurnya dekat dengan anak mungkin mampu memahami masalah anak dan berkomunikasi secara lebih efektif dari pada orangtua.
Di amerika serikat ,alasan utama orngtua mendelegasikan tanggung jawab atas saudara yang lebih muda kepada saudara yang lebih tua adalah agar orangtua bebas melakukan aktivitas lain.di antara faktor-faktor yang harus dipertimbangkan adalah jumlah saudara,usia saudara,urutan kelahiran,rentang usia dan jenis kelamin saudara(teti ,2001).ada hal yang unik pada hubungan saudara yang berjenis kelamin sama dari pada hubungan saudara yang berjenis kelamin berbeda. (minnett,vandel,& santrock ,1983 ).
Sifat temperamental ,maupun perlakuan orang tua yang berbeda terhadap anak-anaknya,memerangi hubungan antar saudara .(stocker & dunn ,1991).saudara dengan tempramen yang “tenang”yang diperlakukan secara relatif sama oleh orang tua cenderung bisa saling bergaul dengan baik .

6.      HUBUNGAN AUD DENGAN  GURU DAN ORANG TUA

Interaksi Sosial Anak Dengan Orangtuanya
hubungan dengan orangtua atau pengasuhnya merupakan dasar bagi perkembangan emosional dan sosial anak.sejumlah ahli memercayai bahwa kasih sayang orangtua selama beberapa tahun pertama kehidupan merupakan kunci utama perkembangan sosial anak,meningkatkan kemungkinan anak memiliki kompetensi secara sosial ,dan penyesuaian diri yang baik pada tahun tahun prasekolah dan setelahnya.
Menurut diana baumrind ,1972 dalam lerner & hultsch ,1983 ,dalam psikologi perkembangan (desmita 2005:144) merekomendasikan tiga tipe pengasuhan yang dikaitkan dengan aspek yang berbeda dalam tingkah laku sosial anak yaitu : otoritatif,otoriter,dan permisif.
Orang tua yang otoriter sangat kejam kepada anak. Aturan yang ditetapkan oleh orang tua yang kenakalan anak akan berdampak pada hukuman fisik dan ancaman.  Anak dari orang tua yang otoriter terkadang tidak bahagia, penuh ketakutan, terkungkung, bermusuhan dan agresif. Mereka memiliki penghargaan diri yang rendah dan sulit berkawan.
Orang tua permissif (serba membolehkan) tampaknya kebalikan dari orang tua yang otoriter. Mereka tidak tegas atau terkontrol. Mereka memiliki sedikit harapan dan tuntutan. Mereka mungkin hangat dan perhatian, tetapi mereka tidak menampakkan ketertarikannya. Banyak anak dalam keluarga ini percaya orang tua mereka tidak peduli dengan mereka. Anak-anak sering impulsive dan agresif dan kurangnya pengendalian diri. Sebagai anak prasekolah, anak ini menunjukkan rendahnya level dari kebebasan dan tanggung jawabnya.
Di sisi lain, otoritatif orang tua melaksanakan penyelesaian masalah dengan jalan damai. Mereka tegas tapi mencintai. Mereka memiliki harapan yang jelas dan masuk akal dan batasan untuk anak-anak mereka. Metode ini focus pada membantu anak memahami (i.e., metode ini menyebabkan pemahaman) mengapa kelakuan buruk tidak dapat diterima dan apa konsekuensi dari aksi itu pada diri mereka dan yang lain. Mereka memiliki penghargaan diri yang lebih tinggi dan sebagai anak prasekolah lebih mungkin untuk terlibat dalam situasi baru atau sedikit stres dengan rasa ingin tahu.
Anak mempunyai kewajiban untuk menghormati Keluarga merupakan tempat dimana anak-anak mendapatkan nilai-nilaidalam masa awal perkembangannya. Anggota keluarga terutama orangtua merupakan model bagi anak-anak dalam berperilaku karena pada masa kanakkanak awal, seorang anak sangat suka meniru apa yang dilakukan oleh orangorang yang dekat dengannya. Keluarga bukan saja terdiri dari orangtua tetapi juga
menurut Parson & Bales (1955) dalam Megawangi (1999), bahwa orangtua mempunyai dua peran, yaitu 1) Instrumental, yang dilakukan oleh bapak sebagai suami dan 2) peran emosional atau ekspresif, yang biasanya disandang oleh seorang ibu sebagai istri. Kedua peran tersebut dijalankan oleh keluarga yang juga merupakan intsitusi dasar (fundamental unit of society) dalam rangka membentuk individu bertanggung jawab, mandiri, kreatif dan hormat melalui proses sosialisasi terus menerus kepada anak-anaknya. Sedang bila dilihat menurut fungsinya, keluarga salah satunya berperan dalam melaksanakan proses sosialisasi.
Cara yang dapat dilakukan keluarga dalam proses sosialisasi adalah sebagai berikut:
·         pengkondisian/pelaziman
Karena kita tahu dan tidak dapat disangkal lagi bahwa anak ialah manusia yang pasif sepenuhnya dalam sosialisasi, sehingga hal-hal yang berkaitan dengan sebagian besar sikap dan tingkah lakunya dilakukan sebenarnya melalui proses ini, yang diciptakan oleh orangtua atau anggota keluarga lain yang telah dewasa dengan pemberian mekanisme hukuman atau imbalan; semisal, makan, minum, mandi, berpakaian, buang air besar/kecil (toilet training) bahkan bertutur kata sekalipun. Dengan diberikannya mekanisme tersebut anak akan mempertahankan tingkah laku tertentu bila apa yang dilakukan/diperbuat (baik) dapat imbalan. Sebaliknya anak akan menghindari tingkah laku tertentu bila ternyata apa yang diperbuat (buruk) akan mendapatkanhukuman.
·         pemodelan (pengimitasian dan pengindentifikasian).
Cara imitasi biasanya berlangsung dalam waktu singkat untuk sekedar meniru aspek luar dari tokoh/model yang diidealkannya. Sebaliknya, jika anak menginginkan dirinya sama (identik) dengan tokoh idolanya maka peniruan akan terjadi lebih mendalam karena tidak hanya peniruan tingkah laku tapi juga totalitas dari tokoh atau model tersebut (identifikasi) sehingga di sini orangtua (keluarga) perlu memberi contoh perilaku yang baik bagi anaknya.
·         internalisasi
 yaitu cara yang mempersyaratkan anak (dengan sukarela) untuk menyadari bahwa sesuatu hal, seperti norma, nilai dan tingkah laku memiliki makna tertentu yang berharga bagi dirinya atau bagi masyarakat kelak untuk dijadikan panutan, pedoman atau tindakan yang lama kelamaan hal tersebut akan menjadi bagian dari kepribadiannya, semisal anak dicontohkan dengan perbuatan-perbuatn yang dilarang
Interaksi Sosial Anak Dengan Gurunya
Orang dewasa selain orang tua memiliki pengaruh pada perkembangan anak-anak. Pada program anak usia dini, ketika guru menyediakan tingkat tinggi dari simulasi kognitif dan sosial kepada anak umur 2 tahun, anak-anak ini mendapatkan poin tinggi pada kompetisi sosial dengan anak umur 3 tahun (Golden et al., 1978). Anak-anak pada program tersebut memiliki skor tertinggi pada interaksi sosial antara guru dan murid ditingkat tinggi pada pertimbangan orang lain (Philips, Scarr, & McCartney, 1987). Anak-anak yang didorong oleh guru dan memberikan peluang untuk melatih dan berdiskusi tentang saling membantu, berbagi dan bekerjasama ditampakkan sebagai perilaku prososial (Honig & Pollack, 1990; Smith, C., Leinbach, Stewart, & Blackwell, 1983). Pada study yang lain  dari 699 anak berumur 4 tahun yang mana guru mereka lebih sensitive dan lebih membangkitkan semangat interaksi mereka dengan anak-anak menunjukkan level tertinggi pada cognitive dan kemampuan sosial ini digunakan untuk mengukur kesuksesan mereka pada tingkat lanjut (Burchinal & Cryer, 2003).
Efek program yang lain dari sosialisasi anak-anak telah dipelajari. Innocenti et al. (1986) menilai factor dari lingkungan anak prasekolah bahwa pengaruh interaksi anak sebaya selama bermain, makan siang, aktivitas individual dan waktu aktivitas kelompok. Perilaku Guru anak prasekolah yang terjadi pada hubungan dengan interaksi teman sebaya yang diteliti. Interaksi dengan teman sebaya terjadi lebih sering ketika anak-anak ikut bermain dan ketika guru mencoba untuk secara langsung kepada murid melalui pertanyaan.
Beberapa penelitian telah mencari dan memeriksa efek pada perkembangan sosial anak pada pengalaman program anak usia dini dan pada keluarga mereka. Sebuah penelitian pada 140 anak-anak swedia, dimulai ketika anak-anak sedang menunggu daftar tunggu untuk masuk pada pusat penitipan anak dan selesai satu tahun kemudian setelah 53 anak-anak masuk penitipan anak dan 33 masuk perawatan keluarga anak, menemukan bahwa jenis dan kualitas pelayanan anak nonparental tidak berpengaruh signifikan terhadap hasil keterampilan sosial anak-anak, keramahan dengan aneh dewasa, dan kepribadian. Beberapa faktor memang berpengaruh, seperti: status sosial ekonomi keluarga, kualitas perawatan di rumah, temperamen anak, dan dukungan dari kakek-nenek (Lamb et al., 1988).
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar terjalin hubungan baik antara orangtua dan guru  yaitu:
1.      Ketika anak mulai sekolah, segera perkenalkan diri Anda kepada gurunya. Jangan menunggu waktu hingga Anda dipanggil ke sekolah karena anak bermasalah.
2.      Jika kemungkinan waktu untuk bertemu sangat terbatas, usahakan menghubungi bapak/ibu guru untuk menayakan kepada mereka waktu yang nyaman guna menanyakan kabar seputar perkembangan pendidikan anak Anda.
3.      Perkenalkan anak dengan gurunya.
4.      Guru adakalanya memberikan penjelasan mengenai metode belajar-mengajar yang dilakukannya. Berikanlah perhatian besar terhadap rencana pembelajaran dan pengajaran yang sudah disusun.
5.      Datangi pertemuan orangtua-guru. Hormati waktu yang digunakan guru dalam pertemuan itu.
6.      Ingatlah aturan emas yang satu ini: senantiasa berprasangka baik kepada guru. Mereka yang mau bekerja menjadi guru, biasanya adalah orang-orang yang mencintai kegiatan belajar-mengajar.
7.      Guru juga manusia biasa, yang kadang mengalami hari dan waktu yang buruk. Jika guru membentak anak Anda dan melakukan hal di luar kewajaran, tanyakan kepadanya apakah ia baik-baik saja. Sedikit memberikan dukungan kepada guru, akan membuat keadaan pulih dengan segera.
8.      Berkomunikasilah secara teratur.
9.      Berikanlah sumbangan. Krisis ekonomi adakalanya juga berdampak ke sekolah.
10.  Anda dan guru sama-sama menginginkan yang terbaik untuk pendidikan anak.

DAFTAR PUSTAKA
Santrock W John .Perkembangan Anak Jilid Dua  .Jakarta:Erlangga.2007
Hurlock B.Elizabeth .Perkembangan Anak Jilid 2 .Jakarta:Erlangga.2010
Jahya Yudrik.Psikologi Perkembangan .Jakarta : Kencana Prenada Media Group .2011