MEKANISME
PENYESUAIAN DIRI AUD
1.
PENYESUAIAN
DIRI YANG SESUAI DAN SALAH
Penyesuaian diri merupakan proses yang meliputi respon
mental dan perilaku yang merupakan usaha individu untuk mengatasi dan menguasai
kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, frustasi, dan
konflik-konflik agar terdapat keselarasan antara tuntutan dari dalam dirinya
dengan tuntutan atau harapan dari lingkungan di tempat ia tinggal.
Penyesuaian
diri adalah proses bagaimana seorang individu dapat mendapat keseimbangan diri
dalam memenuhi kebutuhan sesuai dengan lingkungannya. Penyesuaian diri lebih
bersifat suatu proses sepanjang hayat manusia, terus- menerus berupaya
menemukan dan mengatasi dan tantangan hidup guna mencapai pribadi sehat. Dalam
proses penyesuaian diri dapat saja mumcul konflik, takanan, frustasi, yang
menyebabkan individu terdorong untuk meneliti berbagai kemungkina perilaku
untuk membebaskan dirinya dari kegagalan. Contoh : Serang anak yang membutuhkan
rasa kasih sayang dari ibuknya yang terlalu sibuk dengan tugasnya. Anak akan
prustasi dan berusa sendiri menemukan pemecahan untuk mereduksi
ketegangan atau kebutuhan yang belum terpenuhi. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa motivasi mengambil variasi bentuk, dimana setiap bentuk
dpat diarahkan kepada rintangan atau faktor frustasi yang disebabkan oleh
beberapa realita misalnya: pembatasan orang tua, hambatan fisik, aturan sosial,
dan semacamnya. Seseorang dikatakan berhasil dikatakan berhasil dalam melakukan
penyesuaian diri apabila ia dapat memenuhi kebutuhannnya dengan cara-cara yang
wajar yang dapat diterima lingkungan tanpa merugikan atau mengganggu
lingkungannya.
2.
EFEK
PENYESUAIAN DIRI YANG SALAH
a.
Penyesuaian diri secara positif
Mereka yang
tergolong mampu melakukan penyesuaian diri secara positif ditandai dengan hal-
hal berikut:
- Tidak menunjukkan adanya ketengan emosional
- Tidak menunjukkan adanya mekanisme psikologis
- Tidak menunjukkan frustasi pribadi
- Memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri.
- Mampu dalam belajar
- Menghargai pengalaman
- Bersikap realistik dan objektif
Dalam melakukan penyesuaian diri
secara positif individu akan melakukannya dalam berbagai bentuk antara lain:
- Penyesuaian diri dalam menghadapi masalah secara langsung , misalnya : seorang remaja yang hamil sebelum menikah akan menghadapinya secara langsung dan berusahan mengemukakan segala alasan pada orangtuanya.
- Penyesuaian diri dengan melakukan eksplorasi atau penjelajahan , misalnya : seorang siswa yang merasa kurang mampu dalam mengerjakan tugas membuat makalah akan mencari bahan dalam upaya menyelesaikan tugas tersebut , dengan membaca buku , konsultasi , diskusi , dsb.
- Penyesuaian diri dengan trial dan error , misalnya seorang pengusaha mengadakan spekulasi untuk meningkatkan usahanya .
- Penyesuaian dengan substitusi atau mencari pengganti , misalnya : gagal berpacaran secara fisik , ia akan berfantasi tentang seorang gadis idamanya .
- Penyesuaian diri dengan belajar , misalnya : seorang guru akan berusaha belajar tentang berbagai ilmu pengetahuan untuk meningkatkan kemampuan profesionalismenya .
- Penyeseuaian diri dengan pengendalian diri , misalnya : seorang siswa akan berusaha memilih tindakan mana yang harus dilakukan pada ujian .
- Penyesuaian diri dengan perencanaan yang cermat , misalnya : seseorang yang memilih antara pekerjaan antara pendidikan akan berusaha memilih mana yang harus dipilih.
b. Penyesuaian diri yang salah
Kegagalan
dalam melakukan penyesuaian diri secara positif, dapat mengakibatkan individu
melakukan penyesuaian diri yang salah. Penyesuaian diri yang salah ditandai
dengan berbagai bentuk tingkah laku yang serba salah, tidak terarah, emosional
, tidak ralistis, agresif dan lain- lain.
Ada tiga bentuk reaksi yang
salah dalam penyesuaian diri yang salah yaitu sebai berikut:
1.
Reaksi bertahan
Individu berusaha mempertahankan
diri, seolah- seolah tidak menghadapi kegagalan. Ia selalu berusaha menunjukkan
bahwa dirinya tidak mengalami kegagalan. Bentuk khusus dari reaksi ini adalah:
- Rasionalisasi, yaitu bertahan dengan mencari- cari alasan untuk membenarkan tindakanya
- Represi, yaitu berusaha untuk menekan pengalamannya yang dirasakan kurang enak kea lam tidak sadar. Ia berusaha melupakan pengalamannya yang kurang menyenangkan. Misalnya seorang pemuda berusaha melupakan kegagalan cintanya dengan seorang gadis
- Proyeksi, yaitu melemparkan sebab kegagalan dirinya kepada pihak lain untuk mencari alasan yang dapat diterima. Misalnya seorang siswa yang tidak lulus mengatakan bahwa gurunya membenci dirinya.
- “Sourgrapes”(anggur kecut),yaitu dengan memutar balikkan keadaan. Misalnya seorang siswa yang gagal mengetik mengatakan bahwa mesin tiknya rusak, padahal dia sendiri tidak bisa mengetik.
2.
Reaksi menyerang
Orang yang
mempunyai penyesuaian diri yang salah menunjukkan tingkah laku menyerang untuk
menutupi kegagalanya. Ia tidak mau menyadari kegagalanya. Reaksi- reaksinya
Nampak dalam tingkah laku: selalu membenarkan diri nya sendiri, mau berkuasa
dalam setiap situasi, senang mengganggu orang lain, marah secara sadis, suka
membalas dendam dan sebagainya.
3.
Reaksi melarikan diri
Dalam reaksi
ini seseorang akan melakukan hal- hal seperti berikut: berfantasi yaitu
memuaskan keigininan yang tidak tercapai dalam bentuk angan- angan,
banyak tidur, minum- minuman keras, bunuh diri, menjadi pecandu narkotika, dan
regresi yaitu kembali kepada tingkah laku yang semodel dengan tingkat
perkembangan yang lebih awal (misalnya orang dewasa yang bersikap dan berwatak
seperti anak kecil, dan lain- lain).
3.
PENGEMBANGAN
PEMAHAMAN AUD TERHADAP SIMBOL-SIMBOL
DALAM INTERAKSI SOSIAL
sampai
umur 2 tahun
·
Anak penyayang dan penuh kasih
·
Mungkin malu dengan orang yang belum
dikenalnya dan menempel pada anda ditempat asing .
·
Terkadang tantrum ,tetapi hanya dengan
orang yang disayangi .saat tantrum selesai ,anak segera kembali menjadi dirinya
yang ceria.
·
Bersikeras mengerjakan sesuatu untuk
dirinya,tetapi tidak realistis mengenai kemampuannya dan kesal saat gagal.
·
Senang bermain dengan anak-anak lain .
·
Menirukelakuan orangtua
·
Mengetahui jenis kelaminnya
Sampai berumur 4-5 tahun
·
Anak bisa bermain secara baik dengan
anak-anak lain.main peran,tawa ,dan percakapan.
·
Memiliki sahabat dekat
·
Bermain dengan lawan jenis
·
Anak laki-laki bermain dengan kelompok
yang lebih besar ,dari pada anak perempuan .
Sampai umur 5-6 tahun
·
Anak suka membantu ,penyayang dan penuh
perhatian .
·
Berkelahi karena hanya ingin berkelahi ,tapi juga sangat protektif
terhadap orang yang berkelahi dengan dia
·
Melakukan kecurangan,menipu ,
berbohong,menghindar,dan tidak memberi tahu yang ia lakukan
·
Menikmati cerita tanpa gambar ,menangis
mendengar cerita sedih .
4.
PENGEMBANGAN
INTERAKSI SOSIAL AUD DENGAN TEMAN SEBAYA
Teman sebaya (peer)sebagai sebuah kelompok sosial sering didefinisikan
sebagai semua orang yang memiliki kesamaan tingkat usia,menurut hetherington
& parke dalam psikologi perkembangan ,desmita (2005:145).akan tetapi
belakangann definisi teman sebaya lebih ditekankan pada kesamaan tingkah laku .
Kemampuan anak-anak untuk bermain dan bersosialisasi dengan anak yang lain
telah menjadi tujuan yang sangat lama dari kebanyakan orang tua dan guru.
Interaksi sosial anak-anak dengan dengan anak yang lain diluar keluarga
menyediakan kesempatan untuk berbaur dengan mereka yang berstatus sama,
mengembangkan hubungan dengan perbandingan identitas sosial, menemukan
perbedaan sosial dari keluarga tersebut, dan mengembangkan kemampuan karakter
kompetisi sosial anak dan, kemudian, keremajaan dan anak dewasa.
Interaksi sosial anak-anak dengan teman sebaya merupakan peran yang sangat
penting pada perkembangan dibuktikan oleh sebuah studi pada 163 perkembangan
sosial anak-anak pada umur 4 tahun keatas dan pada anak yang sama pada umur 7
tahun. Anak perempuan yang diterima oleh teman sebaya mereka pada umur 4 tahun
memiliki persepsi yang tinggi dari kompetensi mereka pada usia 7 tahun. Untuk anak laki-laki, yang ditarik
pada usia 4 berkorelasi dengan menjadi kurang diterima oleh rekan-rekan pada
usia 7 serta memiliki persepsi yang lebih rendah pada kompetensi fisik mereka.
Bermain
Agresif dan Rekan Sebaya. Sebuah
issu pada sosialisasi anak-anak bahwa perhatian guru, orang tua dan para
pembuat kebijakan. Beberapa peneliti mempelajari pertanyaan, “apakah anak-anak
tanpa perhatian orang tua lebih agresif dengan teman sebaya dari pada anak-anak yang diperhatikan oleh orang tua mereka?”. Dalam sebuah
studi dari 55 balita, anak-anak pada program peningkatan kualitas yang telah
memiliki lebih sedikit mendapatkan perhatian sebelumnya menunjukkan tingkat
agresif yang rendah. Namun, bagaimanapun juga perilaku dari keluargalah yang
sangat penting. Anak yang berasal dari keluarga yang kurang perhatian mungkin
untuk menampilkan perilaku agresif (Howes & Rubenstein, 1981)
Hartup (1992) mengidentifikasi empat fungsi hubungan
teman sebaya, yang mencakup:
1) Hubungan
teman sebaya sebagai sumber emosi (emotional resources), baik untuk memperoleh
rasa senang maupun untuk beradaptasi terhadap stress.
2) Hubungan
teman sebaya sebagai sumber kognitif (cognitive resources) untuk pemecahan
masalah dan perolehan pengetahuan;
3) Hubungan
teman sebaya sebagai konteks di mana keterampilan sosial dasar (misalnya
keterampilan komunikasi sosial, keterampilan kerjasama dan keterampilan masuk
kelompok) diperoleh atau ditingkatkan; dan
4) Hubungan
teman sebaya sebagai landasan untuk terjalinnya bentuk-bentuk hubungan lainnya
(misalnya hubungan dengan saudara kandung) yang lebih harmonis. Hubungan teman
sebaya yang berfungsi secara harmonis di kalangan anak-anak prasekolah telah
terbukti dapat memperhalus hubungan antara anak-anak itu dengan adiknya.
5.
PENGEMBANGAN
INTERAKSI SOSIAL AUD DENGAN SAUDARA
KANDUNG
Interaksi
antara saudara juga dapat membentuk kemampuan sosialisasi anak karena anak
dibiasakan untuk dapat berinteraksi dengan orang lain yang sebaya.hubungan
saudara pada anak meliputi menolong,berbagi,mengajari,berkelahi, dan bermain.
Anak anak bisa bertindak sebagai dukungan emosional ,saingan dan mitra
komunikasi (carlson,1995).pengamatan menunjukkan bahwa anak-anak berinteraksi
secara lebih positif dan dengan cara yang lebih beragam dengan orangtua mereka
dibanding dengan saudara mereka. (basket johnson ,1982).anak-anak juga lebih
mengikuti perintah orangtua dari pada saudara .dalam beberapa contoh,saudara
mungkin merupakan pengarug sosialisasi yang lebih kuat pada anak dari pada orangtua
(circirelli,1994).seseorang yang umurnya dekat dengan anak mungkin mampu
memahami masalah anak dan berkomunikasi secara lebih efektif dari pada
orangtua.
Di
amerika serikat ,alasan utama orngtua mendelegasikan tanggung jawab atas
saudara yang lebih muda kepada saudara yang lebih tua adalah agar orangtua
bebas melakukan aktivitas lain.di antara faktor-faktor yang harus
dipertimbangkan adalah jumlah saudara,usia saudara,urutan kelahiran,rentang usia
dan jenis kelamin saudara(teti ,2001).ada hal yang unik pada hubungan saudara
yang berjenis kelamin sama dari pada hubungan saudara yang berjenis kelamin
berbeda. (minnett,vandel,& santrock ,1983 ).
Sifat
temperamental ,maupun perlakuan orang tua yang berbeda terhadap
anak-anaknya,memerangi hubungan antar saudara .(stocker & dunn
,1991).saudara dengan tempramen yang “tenang”yang diperlakukan secara relatif
sama oleh orang tua cenderung bisa saling bergaul dengan baik .
6.
HUBUNGAN
AUD DENGAN GURU DAN ORANG TUA
Interaksi Sosial Anak Dengan
Orangtuanya
hubungan
dengan orangtua atau pengasuhnya merupakan dasar bagi perkembangan emosional
dan sosial anak.sejumlah ahli memercayai bahwa kasih sayang orangtua selama
beberapa tahun pertama kehidupan merupakan kunci utama perkembangan sosial
anak,meningkatkan kemungkinan anak memiliki kompetensi secara sosial ,dan
penyesuaian diri yang baik pada tahun tahun prasekolah dan setelahnya.
Menurut
diana baumrind ,1972 dalam lerner & hultsch ,1983 ,dalam psikologi perkembangan
(desmita 2005:144) merekomendasikan tiga tipe pengasuhan yang dikaitkan dengan
aspek yang berbeda dalam tingkah laku sosial anak yaitu :
otoritatif,otoriter,dan permisif.
Orang
tua yang otoriter sangat kejam kepada anak. Aturan yang ditetapkan oleh orang
tua yang kenakalan anak akan berdampak pada hukuman fisik dan ancaman. Anak dari orang tua yang otoriter terkadang
tidak bahagia, penuh ketakutan, terkungkung, bermusuhan dan agresif. Mereka
memiliki penghargaan diri yang rendah dan sulit berkawan.
Orang
tua permissif (serba membolehkan) tampaknya kebalikan dari orang tua yang
otoriter. Mereka tidak tegas atau terkontrol. Mereka memiliki sedikit harapan
dan tuntutan. Mereka mungkin hangat dan perhatian, tetapi mereka tidak
menampakkan ketertarikannya. Banyak anak dalam keluarga ini percaya orang tua
mereka tidak peduli dengan mereka. Anak-anak sering impulsive dan agresif dan
kurangnya pengendalian diri. Sebagai anak prasekolah, anak ini menunjukkan
rendahnya level dari kebebasan dan tanggung jawabnya.
Di
sisi lain, otoritatif orang tua melaksanakan penyelesaian masalah dengan jalan
damai. Mereka tegas tapi mencintai. Mereka memiliki harapan yang jelas dan
masuk akal dan batasan untuk anak-anak mereka. Metode ini focus pada membantu
anak memahami (i.e., metode ini menyebabkan pemahaman) mengapa kelakuan buruk
tidak dapat diterima dan apa konsekuensi dari aksi itu pada diri mereka dan
yang lain. Mereka memiliki penghargaan diri yang lebih tinggi dan sebagai anak
prasekolah lebih mungkin untuk terlibat dalam situasi baru atau sedikit stres
dengan rasa ingin tahu.
Anak
mempunyai kewajiban untuk menghormati Keluarga merupakan tempat dimana
anak-anak mendapatkan nilai-nilaidalam masa awal perkembangannya. Anggota
keluarga terutama orangtua merupakan model bagi anak-anak dalam berperilaku
karena pada masa kanakkanak awal, seorang anak sangat suka meniru apa yang
dilakukan oleh orangorang yang dekat dengannya. Keluarga bukan saja terdiri
dari orangtua tetapi juga
menurut Parson & Bales (1955) dalam Megawangi (1999),
bahwa orangtua mempunyai dua peran, yaitu 1) Instrumental, yang dilakukan oleh
bapak sebagai suami dan 2) peran emosional atau ekspresif, yang biasanya
disandang oleh seorang ibu sebagai istri. Kedua peran tersebut dijalankan oleh
keluarga yang juga merupakan intsitusi dasar (fundamental unit of society)
dalam rangka membentuk individu bertanggung jawab, mandiri, kreatif dan hormat
melalui proses sosialisasi terus menerus kepada anak-anaknya. Sedang bila dilihat menurut fungsinya, keluarga salah satunya
berperan dalam melaksanakan proses sosialisasi.
Cara yang dapat dilakukan keluarga dalam proses sosialisasi
adalah sebagai berikut:
·
pengkondisian/pelaziman
Karena kita tahu dan tidak dapat disangkal lagi
bahwa anak ialah manusia yang pasif sepenuhnya dalam sosialisasi, sehingga
hal-hal yang berkaitan dengan sebagian besar sikap dan tingkah lakunya
dilakukan sebenarnya melalui proses ini, yang diciptakan oleh orangtua atau
anggota keluarga lain yang telah dewasa dengan pemberian mekanisme hukuman atau
imbalan; semisal, makan, minum, mandi, berpakaian, buang air besar/kecil
(toilet training) bahkan bertutur kata sekalipun. Dengan diberikannya mekanisme
tersebut anak akan mempertahankan tingkah laku tertentu bila apa yang
dilakukan/diperbuat (baik) dapat imbalan. Sebaliknya anak akan menghindari
tingkah laku tertentu bila ternyata apa yang diperbuat (buruk) akan
mendapatkanhukuman.
·
pemodelan
(pengimitasian dan pengindentifikasian).
Cara imitasi biasanya berlangsung dalam waktu
singkat untuk sekedar meniru aspek luar dari tokoh/model yang diidealkannya.
Sebaliknya, jika anak menginginkan dirinya sama (identik) dengan tokoh idolanya
maka peniruan akan terjadi lebih mendalam karena tidak hanya peniruan tingkah
laku tapi juga totalitas dari tokoh atau model tersebut (identifikasi) sehingga
di sini orangtua (keluarga) perlu memberi contoh perilaku yang baik bagi
anaknya.
·
internalisasi
yaitu cara
yang mempersyaratkan anak (dengan sukarela) untuk menyadari bahwa sesuatu hal,
seperti norma, nilai dan tingkah laku memiliki makna tertentu yang berharga
bagi dirinya atau bagi masyarakat kelak untuk dijadikan panutan, pedoman atau
tindakan yang lama kelamaan hal tersebut akan menjadi bagian dari
kepribadiannya, semisal anak dicontohkan dengan perbuatan-perbuatn yang dilarang
Interaksi Sosial Anak Dengan Gurunya
Orang dewasa selain orang tua memiliki pengaruh pada
perkembangan anak-anak. Pada program anak usia dini, ketika guru menyediakan
tingkat tinggi dari simulasi kognitif dan sosial kepada anak umur 2 tahun,
anak-anak ini mendapatkan poin tinggi pada kompetisi sosial dengan anak umur 3
tahun (Golden et al., 1978). Anak-anak pada program tersebut memiliki skor
tertinggi pada interaksi sosial antara guru dan murid ditingkat tinggi pada
pertimbangan orang lain (Philips, Scarr, & McCartney, 1987). Anak-anak yang
didorong oleh guru dan memberikan peluang untuk melatih dan berdiskusi tentang
saling membantu, berbagi dan bekerjasama ditampakkan sebagai perilaku prososial
(Honig & Pollack, 1990; Smith, C., Leinbach, Stewart, & Blackwell,
1983). Pada study yang lain dari 699
anak berumur 4 tahun yang mana guru mereka lebih sensitive dan lebih
membangkitkan semangat interaksi mereka dengan anak-anak menunjukkan level
tertinggi pada cognitive dan kemampuan sosial ini digunakan untuk mengukur
kesuksesan mereka pada tingkat lanjut (Burchinal & Cryer, 2003).
Efek program yang lain dari sosialisasi anak-anak telah
dipelajari. Innocenti et al. (1986) menilai factor dari lingkungan anak
prasekolah bahwa pengaruh interaksi anak sebaya selama bermain, makan siang,
aktivitas individual dan waktu aktivitas kelompok. Perilaku Guru anak
prasekolah yang terjadi pada hubungan dengan interaksi teman sebaya yang
diteliti. Interaksi dengan teman sebaya terjadi lebih sering ketika anak-anak
ikut bermain dan ketika guru mencoba untuk secara langsung kepada murid melalui
pertanyaan.
Beberapa penelitian telah mencari dan memeriksa efek pada
perkembangan sosial anak pada pengalaman program anak usia dini dan pada
keluarga mereka. Sebuah penelitian pada 140 anak-anak swedia, dimulai ketika
anak-anak sedang menunggu daftar tunggu untuk masuk pada pusat penitipan anak
dan selesai satu tahun kemudian setelah 53 anak-anak masuk penitipan anak dan
33 masuk perawatan keluarga anak, menemukan bahwa jenis dan kualitas pelayanan
anak nonparental tidak berpengaruh signifikan terhadap hasil keterampilan
sosial anak-anak, keramahan dengan aneh dewasa, dan kepribadian. Beberapa
faktor memang berpengaruh, seperti: status sosial ekonomi keluarga, kualitas
perawatan di rumah, temperamen anak, dan dukungan dari kakek-nenek (Lamb et
al., 1988).
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar terjalin
hubungan baik antara orangtua dan guru
yaitu:
1.
Ketika anak mulai
sekolah, segera perkenalkan diri Anda kepada gurunya. Jangan menunggu waktu
hingga Anda dipanggil ke sekolah karena anak bermasalah.
2.
Jika kemungkinan waktu
untuk bertemu sangat terbatas, usahakan menghubungi bapak/ibu guru untuk
menayakan kepada mereka waktu yang nyaman guna menanyakan kabar seputar
perkembangan pendidikan anak Anda.
3.
Perkenalkan anak
dengan gurunya.
4.
Guru adakalanya
memberikan penjelasan mengenai metode belajar-mengajar yang dilakukannya.
Berikanlah perhatian besar terhadap rencana pembelajaran dan pengajaran yang
sudah disusun.
5.
Datangi pertemuan orangtua-guru.
Hormati waktu yang digunakan guru dalam pertemuan itu.
6.
Ingatlah aturan emas
yang satu ini: senantiasa berprasangka baik kepada guru. Mereka yang mau
bekerja menjadi guru, biasanya adalah orang-orang yang mencintai kegiatan
belajar-mengajar.
7.
Guru juga manusia
biasa, yang kadang mengalami hari dan waktu yang buruk. Jika guru membentak
anak Anda dan melakukan hal di luar kewajaran, tanyakan kepadanya apakah ia
baik-baik saja. Sedikit memberikan dukungan kepada guru, akan membuat keadaan
pulih dengan segera.
8.
Berkomunikasilah
secara teratur.
9.
Berikanlah sumbangan.
Krisis ekonomi adakalanya juga berdampak ke sekolah.
10. Anda dan guru sama-sama menginginkan yang terbaik untuk
pendidikan anak.
DAFTAR PUSTAKA
Santrock W John .Perkembangan Anak
Jilid Dua .Jakarta:Erlangga.2007
Hurlock B.Elizabeth .Perkembangan
Anak Jilid 2 .Jakarta:Erlangga.2010
Jahya Yudrik.Psikologi Perkembangan
.Jakarta : Kencana Prenada Media Group .2011